TNI Diminta Waspadai Konflik Laut China Selatan

imageFormasi pesawat bersama KRI pada acara HUT TNI ke 70 [donny]★
Pengamat Pertahanan dan Intelijen, Susaningtyas NH Kertopati berharap HUT ke-70 TNI harus menjadi momentum introspeksi dan refleksi diri, sekaligus sebagai pembangkit semangat prajurit tentara.

Terlebih, saat ini Presiden Jokowi mencanangkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Hal ini tentu tak dapat dilepaskan dari penguatan personel dan alat utama sistem persenjataan tiga matra TNI.

Utamanya TNI AL perlu ditingkatkan mengingat eskalasi ancaman juga ada peningkatan,” kata Nuning kepada JPNN, Selasa (6/10).

Dijelaskan Nuning, ancaman dan tantangan keamanan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara saat ini adalah memanasnya konflik laut China Selatan yang melibatkan beberapa negara seperti Filipina, Malaysia, Thailand,Vietnam dan lainnya.

Hal ini patut diwaspadai bersama karena wilayah Laut China Selatan merupakan salah satu jalur laut tersibuk di dunia. Selain digunakan oleh sejumlah besar negara di dalam wilayah, jalur tersebut juga digunakan oleh negara di luar wilayah.

Oleh karena itu, Indonesia dalam hal ini TNI mempunyai peranan penting dalam membangun kestabilan dan keamanan regional guna memelihara keseimbangan di antara negara-negara berkepentingan yang dikendalikan oleh kekuatan dari luar wilayah.

Indonesia harus bisa meningkatkan hubungan, menyebarkan gagasan, dan melontarkan inisiatif terwujudnya “U-shape line area” sebagai zona ASEAN dan China SPR (Strategic Petroleum Reserve) dan terciptanya ASEAN-China Maritime Security Initiative pada pengawasan dan patroli laut-udara di wilayah Laut Cina Selatan.

Masalah keamanan yang lain dan perlu untuk ditangani bersama adalah mengatasi kejahatan lintas negara (transnational crime) dan isu-isu keamanan perbatasan lainnya. Wilayah perbatasan yang jauh dan pengawasan sering dimanfaatkan pihak-pihak tertentu sebagai gerbang kegiatan ilegal.

Misalnya perompakan/pembajakan, penyelundupan, penangkapan ikan secara ilegal, perambahan hutan ilegal, penggeseran patok-patok perbatasan dan pelintasan batas ilegal.

Idealnya jika Indonesia menjadi poros maritim dunia atau menjadi center of gravity maritim, Indonesia memiliki pelabuhan internasional terbesar. “Indonesia menjadi pangkalan kapal-kapal pesiar dan Indonesia menjadi pusat pertumbuhan industri maritim dan Indonesia harus memiliki pertahanan maritim yang kuat,” katanya.

Tentu saja alutsista masih harus ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Terlebih industri pertahanan juga sudah banyak pengembangan. “Jadi bisa kita gunakan produk dalam negeri juga. PT PAL, PINDAD dan lain-lain dapat kita andalkan kemampuannya sehingga alutsista kita ke depan nanti 70 persen produksi anak bangsa,” katanya. (boy/jpnn)


  jpnn