Pindad Fokus Kejar Ketertinggalan

Badak Pindad

PT Pindad (Persero) saat ini tengah fokus mengejar ketertinggalan dalam bidang industri pertahanan.

Sebab, negara yang tangguh dapat diukur dari dukungan industri pertahanan mapan yang berbasis teknologi modern Direktur Utama PT Pindad (Persero) Silmy Karim mengatakan, Indonesia sebagai bangsa yang besar tengah menghadapi ketertinggalan dalam urus an industri pertahanan. Selain masih minim dukungan industri berbasis teknologi tinggi, persoalan kemandirian pertahanan juga sudah saatnya dirintis oleh berbagai elemen bangsa terkait.

Upaya PT Pindad saat ini fokus untuk mengejar ketertinggalan dalam urusan industri pertahanan. Kami masih harus kerja keras untuk menciptakan kemandirian di bidang pertahanan,” kata Silmy dalam wawancaranya.

Berkaca kepada negara maju seperti Amerika Serikat, ujar dia, industri pertahanannya telah sejak lama berbasis teknologi tinggi.

Dengan kemajuan di ranah itu pula, akhirnya menghasilkan nilai tambah secara materi. Masih dalam upaya memperkokoh pertahanan negara, PT Pindad juga saat ini tengah berkonsentrasi kepada pemeliharaan dan upgrading alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dimiliki TNI. Sejak awal 2016, PT Pindad mengerjakan pesanan 50 unit panser B yang telah resmi dipesan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Kami akan kerja keras untuk mewujudkan kemandirian pertahanan ini dengan mengedepankan konten lokal. Disisi lain juga menyumbang pendapatan lebih besar bagi negara,” tutur dia.

Silmy merinci, sejak tahun lalu, pemerintah telah memberikan modal negara sebesar Rp 700 miliar kepada PT Pindad. Tak hanya serius mendukung sektor pertahanan di dalam negeri, perusahaan pelat merah ini juga sudah menjajaki pasar ekspor Timur Tengah.

Dalam waktu dekat, PT Pindad akan mengirimkan satu unit panser Anoa untuk diujicobakan di sana. Jika memuaskan, ren cana nya sejumlah negara Timur Tengah akan memesan produk PT Pindad senilai USD 300 juta. “Ada alutsista yang akan diperbarui dan dipelajari teknologinya adalah tank Leopard milik TNI AD yang diimpor dari Korea Selatan. Kami berharap PT Pindad bisa mengadaptasi teknologi tank berat tersebut,” ungkap Silmy.

Selain memperkuat alutsista di dalam negeri, PT Pindad juga mulai melakukan serangkaian terobosan untuk memordenisasi produk. Bulan lalu, BUMN ini menggandeng perusahan supplier fuzeasal Jerman, Junghans Defence untuk dukungan di bidang sistem fuze munisi, seperti mortar, artileri, tank, roket, dan amunisi angkatan laut. Perusahaan milik negara yang bergerak di sektor industri pertahanan ini, menyepakati nota kesepahaman kemitraan di Berlin, Jerman pada 18 April 2016.

Penandatanganan nota kesepahaman ini menjadi bagian dari agenda kegiatan Presiden Jokowi di acara Forum Bisnis Indonesia Jerman di Berlin. Pada kesempatan itu pula Pindad menjadi salah satu BUMN yang mendampingi kunjungan kerja Presiden ke beberapa negara di Eropa. “Kemitraan antara Pindad dan Junghans Defence telah disepakati bersama. Sinergi ini fokus pada bidang solusi sistem fuze munisi untuk mortar, artileri, tank, roket, dan amunisi angkatan laut yang akan dimulai tahun ini dengan investasi awal USD5 juta dan di masa depan bisa mencapai USD20 juta,” ujar dia.

Silmy mengemukakan, ini sebagai salah satu bentuk komitmen Pindad untuk melakukan ekspansi pemasaran ke luar Indonesia. Beberapa tahapan kerja sama awal telah direncanakan bersama dengan Junghans Defence, antara lain persiapan alih teknologi mecanical mortar fuze, menyiapkan lini produksi, dan perakitan di Pindad, serta pemberian hak ekspor serta pemasaran dengan fokus pasar di luar Indonesia, khususnya wilayah Asia Pasifik.

Dia menjelaskan, fuze merupakan suatu perangkat yang menginisiasi proses peledakan munisi dalam suatu kondisi tertentu. Untuk pengadaan fuze ini, Pindad menghabiskan biaya cukup besar. Hal ini menunjukan pentingnya kemampuan untuk dapat memproduksi fuze secara mandiri. Alhasil, kemampuan industri pertahanan dan keamanan dalam negeri meningkat dan total devisa yang dikeluarkan negara untuk pengadaan fuzepun dapat dihemat.

Dalam setahun, Pindad mengeluarkan biaya sekitar USD 4 juta untuk pengadaan fuze. Kerja sama ini diharapkan tidak hanya mendukung Pindad untuk meningkatkan kemampuan industri pertahanan dan keamanan, tapi juga dapat menghemat devisa yang dikeluarkan negara,” ungkap Silmy. Selain Pindad, beberapa perusahaan Indonesia juga turut menandatangani kesepakatan kerjasama dengan Jerman, yakni PT Aneka Tambang (Persero), Tbk dengan Ferrostaal dan PT PLN (Persero) dengan Siemens AG.

Melalui kegiatan tersebut, Pindad menambah daftar panjang kerja sama dengan perusahaan asal negara beribu kota Berlin ini. Diketahui, PT Pindad yang berlokasi di Kota Bandung ini menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan besar asal Jerman, antara lain Daimler AG, MAN Diesel & Turbo, dan Rheinmetall Landsysteme GmbH. Kerjasama ini merupakan salah satu komitmen Pindad untuk mencapai visi menjadi perusahaan alutsista terkemuka di Asia pada 2023.

Sementara itu, PT Pindad juga berencana mulai memproduksi 10 unit kendaraan khusus tank berjenis Badak mulai Mei ini. Kesepuluh tank tersebut, rencananya akan rampung secara keseluruhan pada November 2016. Sedangkan untuk pesanan total, TNI membutuhkan 50 unit Badak yang merupakan pengembangan dari panser 6X6.

Panser Badak adalah inovasi baru dari panser 6×6 yang dibuat Pindad. Kali ini di lengkapi turret kaliber 90 mm dengan kemampuan daya rusak tinggi dan luar biasa. Biasanya panser ini diproyeksikan untuk penyerangan ataupun pertahanan. Demikian juga untuk sisi manuver, sangat baik,” kata Kepala Departemen Perakitan Ken daraan 6×6 Divisi Ken daraan Khusus, Joko Mulyono.

 Alutsista RI Makin Maju 

Langkah PT PAL Indonesia mengekspor kapal perang jenis strategic sealift vessel (SSV) ke Filipina menunjukkan industri alutsista Tanah Air jauh lebih maju. Selain ditunjukkan PT PAL, sejumlah industri strategis juga telah berkembang signifikan. Pengakuan ini disampaikan pengamat militer, Wawan Purwanto.

Pemerintah, dalam hal ini Menkopolhukam Luhut B Panjdaitan dan Menperin Saleh Husin juga mengakui dan mengapresiasi kinerja industri pertahanan. Mereka pun berjanji mendorong agar industri alutsista semakin berkembang. “Keberhasilan Indonesia mengekspor kapal perang berteknologi canggih ke Filipina adalah suatu bukti bangsa ini bisa mandiri dalam menye diakan alutsistanya. Sebetulnya alutsista kita itu hebat. Itu diakui oleh negara-negara pembeli, alutsista terutama pembeli negara-negara eropa,” ujar Wawan saat dihubungi kemarin.

Menurut Wawan, selama 3- 5 tahun sebelumnya, pengembangan alutsista Indonesia memang masih terkendala oleh lemahnya pengolahan data serta teknololgi. Namun perlahan dengan kebijakan pemerintah yang menerapkan perjanjian transfer teknologi di setiap pemesanan alutsista menjadikan kekurangan tersebut tertutupi. “Sekarang teknologi komputer, pengolahan data dan meriam sudah sangat advance sehingga itu sudah laik untuk jadi kapalkapal tempur unggulan,” kata Wawan.

Alutsista dalam negeri menurut Wawan juga sudah banyak yang mendapat lisensi dan didukung oleh riset yang unggul. Dia mencontohkan beberapa alutsista yang cukup di segani oleh dunia saat ini seperti senjata serbu serta panser Anoa yang sudah mulai dipesan oleh banyak negara. “Anoa itu bahkan diteliti dan dibedah oleh banyak negara,” kata Wawan. Dia pun kembali menegaskan bahwa Indonesia sepatutnya sudah bisa mandiri dalam menyediakan alutsistanya sendiri. Tinggal bagaimana pemerintah bisa mendukung kerja anak bangsa dalam mengembangkan  alutsista yang dibutuhkan untuk pertahanan bangsa.

Saya sudah bertemu dengan pak Habibie, dan beliau menyatakan sanggup membuat pesawat tempur modern untuk mengupgrade yang kita punya untuk kebutuhan sendiri,” tambah Wawan. Luhut Pandjaitan mengatakan bahwa Indonesia patut bangga dengan capaian prestisius dalam dunia perkapalan dimana PT PAL untuk pertama kalinya bisa mengekspor kapal perang ke Filipina.

Menurut Luhut, capaian itu tidak hanya membanggakan dari sisi bisnis, tetapi juga menunjukkan kebangkitan perkapalan. Bahkan, itu juga sekaligus menjadi bukti bahwa produksi alutsista dalam negeri sudah ada peningkatan signifikan. “Kan bagus. Makin banyak PAL mengekpor produk-produk, bukan hanya PAL, yang lain juga kami dorong untuk bisa seperti itu,” kata Luhut di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin. Saleh Husin menilai ekspor kapal SSV ke Filipina sebagai prestasi industri dalam negeri dalam dunia perkapalan.

Menurut dia, selain mampu membuat kapal militer, PT PAL juga sekarang ini sudah mampu membangun kapal penumpang dan niaga serta produksi komponen pembangkit listrik dan konstruksi lepas pantai.

Ini artinya industri per kapalan nasional semakin diakui kemampuannya membangun berbagai jenis kapal untuk kebutuhan militer, baik untuk pertahanan dalam negeri serta pesanan luar negeri. Jadi, basis sebagai negara maritim, SDM dan produksi juga mumpuni untuk memperkuat industri strategis ini ke depan,” katanya. (rzy)

  Okezone