PT Pertamina (Persero) aktif menjajaki kerjasama di bidang minyak dan gas bumi (migas) dengan pemerintah Iran, pasca pencabutan sanksi embargo. Tahun ini, rencananya Pertamina akan mengimpor liquid petroleum gas (LPG) dari negara tersebut untuk kebutuhan di dalam negeri.
Vice President Crude Product Trading and Commercial Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Hasto Wibowo mengatakan, pihaknya saat ini menjajaki peluang impor LPG dari beberapa negara. Yang dicari adalah negara yang bisa menyediakan LPG dengan harga ekonomis. Salah satunya yang dijajaki adalah Iran.
Pasca pencabutan sanksi embargo, Iran memang terus menggenjot produksi LPG. Hasto memperkirakan, pada Juli nanti akan ada tambahan produksi Iran sebesar 1 juta metrik ton atau sekitar 22 kargo LPG. Sebanyak 22 kargo inilah yang dibidik oleh Pertamina. Namun, sayangnya Pertamina hanya mendapatkan empat kargo LPG tersebut di pasar spot. Pertamina hanya bisa membeli di pasar spot karena produksi LPG Iran sudah terikat kontrak jangka panjang dengan beberapa pembeli. “Saya katakan peluangnya dua sampai tiga kargo LPG di semester II (tahun ini), dengan volume 44 ribu metrik ton per kargo,” kata Hasto di Jakarta, akhir pekan lalu (11/3).
Meski harganya lebih murah, Pertamina juga terkendala dalam membeli LPG dari Iran. Salah satunya adalah transaksi jual-beli LPG di Iran yang tidak menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Karena itu, Pertamina sangat berhati-hati dalam melakukan transaksi meskipun pasokan impor LPG dari luar negeri sangat penting untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri.
Kebutuhan LPG di Indonesia saat ini memang belum bisa terpenuhi dari produksi dalam negeri. Pertamina memperkirakan kebutuhan LPG tahun ini sebanyak 7 juta metrik ton. Sementara produksi LPG di dalam negeri masih sekitar 50 ton sampai 70 ton per hari untuk setiap kilang LPG. Jadi, sebanyak 65 persen dari kebutuhan domestik bersumber dari impor.
Selain LPG, Pertamina menjajaki kerjasama dengan sejumlah negara untuk mendapatkan minyak mentah berharga murah. Ada tujuh negara yang tengah dijajaki, yaitu Iran, India, Azerbaijan, Rusia, Irak, Libya, dan Nigeria. Dari tujuh negara tersebut, Pertamina telah meneken kerjasama dengan Azerbaijan. Melalui perusahaan Socar, Azerbaijan memasok minyak mentah ke Indonesia sebanyak 950 ribu barel per bulan. Minyak mentah tersebut diolah di Kilang Balikpapan. Kerjasama ini dimulai sejak terbentuknya ISC ini, sekitar Maret tahun lalu.
Menurut Hasto, setidaknya ada 100 vendor yang telah mendaftar untuk menjadi pemasok minyak ke Pertamina. Proses seleksi diharapkan rampung secepatnya sehingga keputusannya bisa diambil bulan depan. Ia menambahkan, Iran dan Libya merupakan dua negara yang berpotensi besar menjadi mitra Pertamina selanjutnya.
Indonesia Dapat Diskon Beli Elpiji dari Iran
Pemerintah Indonesia tampaknya serius menjajaki kerja sama dengan Iran. Selain akan memasok minyak mentah, negeri para mullah itu pun hendak mengirim elpijinya ke Indonesia. Sebab, harga yang mereka tawarkan tergolong murah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan sudah melakukan kesepakatan untuk mengimpor elpiji dari Iran melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi negara tersebut dengan harga diskon. “Lebih murah US$ 25 dari harga pasar,” kata Sudirman sebagaimana dikutip website resmi Kementerian Energi, Kamis, 10 Maret 2016.
Untuk Maret ini, harga elpiji jenis Propane menurut CP Aramco sebesar US$ 290 per metrik ton. Sementara jenis Butane senilai US$ 320 per metrik ton. Kedua harga ini menjadi acuan PT Pertamina untuk menentukan harga elpiji di dalam negeri. Sebab, elpiji yang dipakai di Indonesia merupakan campuran dari dua jenis gas tersebut.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro berharap kerja sama tersebut dapat segera terealisasi. Hal ini mengingat Pertamina hanya bisa memproduksi rata-rata per Liquefied Petroleum Gas (LPG) Plant 50 sampai 70 ton per hari. Artinya, masih ada 42 persen elpiji yang diimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sampai saat ini, kata Wianda, belum ada kepastian mengenai volume yang akan dipasok. Dari segi harga, PT Pertamina sebagai BUMN Indonesia juga sangat berharap harga yang ditawarkan Iran bisa lebih murah. “Pasti kami cari yang terbaik,” kata dia kepada Katadata, hari ini.
Selain elpiji, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja menginginkan agar Iran membangun kilang di Indonesia, tepatnya di Situbondo, Jawa Timur. Sebagai informasi, pada 11 Februari 2014, perusahaan minyak Iran, Nakhle Barani Pardis telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT Kreasindo Indonesia. Ini merupakan kerja sama pembangunan kilang minyak berkapasitas 300 ribu barel di Indonesia senilai US$ 3 miliar. Iran akan memasok minyak mentah untuk kilang tersebut selama 20 tahun.
Salah satu perusahaan Iran, yakni Mapna, juga akan berinvestasi di Indonesia untuk membangun industri sektor kelistrikan. Mapna akan bekerjasama dengan dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Pindad dan PT Dirgantara Indonesia.
Tidak hanya dengan Iran, pemerintah memang sedang mendorong investasi sektor energi dari negara Timur Tengah. Tujuannya untuk meningkatkan ketahanan energi di Indonesia. Dengan Azerbaijan, pemerintah menjalin kerjasama untuk memperoleh minyak mentah sebesar satu juta barel per bulan dengan BUMN Azerbaijan, yakni Socar. Ada juga kerjasama dengan Kuwait dan Arab Saudi. Arab Saudi nantinya menyuplai minyak selama satu bulan jika Indonesia berhasil membangun tangki minyak.
★ Katadata