Patroli Topografi TNI AD

Kini Dibantu DroneDirektur Topografi TNI AD Brigadir Jenderal TNI Dedy Hadria (Foto: Jabbar Ramdhani/detikcom)

Direktorat Topografi TNI AD berencana menggunakan pesawat tanpa awak (drone) sebagai alat bantu patroli topografi. Penjajakan penggunaan drone sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2013.

Direktur Topografi TNI AD Brigadir Jenderal TNI Dedy Hadria mengatakan, pada tahun 2013, sudah dilakukan riset ilmiah penggunaan drone di sejumlah universitas. Hingga kemudian didapatkan desain drone yang sesuai dengan kondisi medan di Indonesia. Tahun ini drone tersebut akan mulai digunakan.

Tentunya masing-masing negara punya ciri khas sendiri, terutama kondisi medan. Negara kita ada di negara tropis khatulistiwa berbeda dengan negara lain yang sudah punya drone termasuk Eropa dan AS,” ujar Dedy Hadria kepada wartawan di Direktorat Topografi TNI AD di Jl. Kali Baru Timur 5, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (26/4/2016).

Maka kita desain drone tersebut cocok untuk wilayah kita, baik itu darat yang sifatnya pegunungan, perbatasan juga laut. Jadi kita sudah mendesain sedemikian rupa dan akan digunakan mulai tahun ini,” lanjutnya.

Kementerian Pertahanan menurut Dedy sudah melakukan uji kelaikan drone. Prosedur ini dilakukan sebelum dilakukan pengoperasian drone.

Sebagai prioritas, drone akan digunakan sebagai alat bantu patroli di wilayah perbatasan dan daerah pulau terluar. Namun nantinya setiap Kodam pun akan dilengkapi dengan drone.

Tahun ini sudah lakukan di perbatasan. Semua batalyon yang ada di perbatasan terutama Kalimantan, tahun ini sudah kita dukung. Membantu mereka patroli. Kemudian akan berlanjut di perbatasan Papua Nugini dan Timor Leste,” ujar Dedy.

Jumlah drone yang dipesan berbeda-beda tergantung kebutuhan. Untuk jarak dekat, kata Dedi, akan diadakan sekitar 20 unit drone multirotor. Sementara untuk jarak jauh dengan jarak tempuh 500-600 Km, tahun ini rencananya akan diadakan sebanyak 10 unit rotor.

Dedy mengharapkan, hadirnya drone akan membantu kinerja patroli dan pemetaan. Termasuk pada kawasan yang tidak dapat dijangkau manusia secara fisik.

“Dengan drone ini, pemetaan bisa lebih cepat, lebih efisien, lebih murah, lebih efektif, kemudian lebih fleksibel. Dimanapun tempat yang tdk bisa dijangkau secara fisik, untuk manusia berjalan, membuka hutan akan bisa dilakukan menggunakan drone ini,” imbuhnya. (fdn/fdn)

 Drone Buatan Ongen @ypaonganan
Drone Buatan Ongen @ypaonganan Dipajang di Pameran Direktorat Topografi TNI ADDrone (Foto: Jabbar/detikcom)

Direktorat Topografi TNI AD melalui Kementerian Pertahanan berencana memesan drone sebagai alat bantu patroli dan pemetaan wilayah Indonesia. Siapa sangka, drone yang sudah dipesan itu adalah drone hasil ide Yulianus Paonganan alias Ongen yang kini jadi terdakwa kasus penyebaran pornografi di media sosial lewat akun Twitter @ypaonganan.

“Ini adalah drone tipe amfibi. Ini ide Pak Ongen untuk membuat drone amfibi. Dari konsep kita, kita lakukan tender. Dan mereka tertarik,” ujar Teknisi Programer Drone Wifanusa dari PT Trimitra Wasesa Abadi, Yosa Rosario, di acara Pameran Drone di Direktorat Topografi TNI AD di Jl Kali Baru Timur 5, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (26/4/2016).

Yosa mengatakan bahwa Ongen adalah project manager utama dalam pembuatan drone ini. Wifanusa adalah drone amfibi yang sengaja diciptakan dengan mempertimbangkan wilayah Indonesia yang mayoritas terdiri dari lautan.

“Indonesia ini sebagian besar air. Sedangkan wilayah yang sering tidak terjaga itu juga air. Itulah mengapa kita buat pesawat amfibi,” ucap Yosa.

Yosa memberikan alasan kenapa mereka memproduksi drone amfibi. Bahwa sebuah pesawat umumnya membutuhkan landasan darat sebagai tempat ia lepas landas dan mendarat. Namun dengan kemampuan amfibi, drone yang dibuatnya tersebut tak perlu khawatir untuk landing di air.

Untuk Indonesia yang juga memiliki banyak sungai luas, seperti Kalimantan, dapat juga dijadikan area landing drone. Pesawat menggunakan mesin 2 tak ini diproduksi dengan 2 buah ukuran. Kedua pesawat inilah yang akan dipergunakan sebagai alat bantu pemetaan dan patroli pasukan perbatasan.

“Untuk yang di Natuna, besar tankinya 30 L dan dapat terbang selama 15 Jam. Untuk waktu selama itu, termasuk terbaik di Indonesia. Sedangkan untuk yang di perbatasan, berkapasitaa 13 L untuk lama terbang 8-10 jam,” jelas Yosa.

Pesawat ini menggunakan pertamax dengan oli sebagai bahan bakarnya. Pesawat ini dapat terbang hingga ketinggian 5.000 m dengan kecepatan tertinggi 129 Km/jam.

Tahun ini, PT Trimitra Wasesa Abadi menerima pesanan 6 unit drone dari TNI AD. Pesanan itu terdri dari 2 drone besar kapasitas 15 liter dan 4 unit ukuran kecil.

“Kalau harga, 1 unit drone besar saja Rp 15 miliar,” ucap Yosa.

Selain drone Wifanusa, dalam pameran ini juga dihadirkan drone dari produsen lainnya. Dari Bhinneka Dwi Persada menampilkan empat buah drone dengan kemampuan spesifik yang berbeda-beda. Terdapat jenis helikopter dan pesawat.

Ada juga dari Earthscan yang menampilkan drone yang bisa digunakan sebagai alat monitor. Satu yang menarik drone dari mereka dengan seri Ai-450 ER yang dapat diterbangkan dengan sistem ketapel. Sehingga tidak memerlukan dataran panjang sebagai landasan pacu. Acara pameran ini digelar bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Direktorat Topografi TNI AD ke-70. Selain pameran, juga dilakukan acara selamatan keluarga besar Topografi TNI AD.

Sedangkan, Direktur Topografi TNI AD, Brigjen Dedi Hadria, mengatakan, tahun ini TNI AD memesan 10 drone besar dari berbagai vendor. “Yang jarak jauh yang bisa 500-600 km itu juga sudah kita siapkan bertahap. Mungkin tahun ini 10 unit dulu. Tahun depan bisa disesuaikan dengan kebutuhan,” ujar Dedi di lokasi yang sama. (rvk/rvk)


  detik