BELUM diketemukan dokumen tertulis, kapan dan siapa sebenarnya yang membangun Candi Borobudur.
Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network
Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris di Jawa (1811-1816) yang menyibak bukit ilalang dan mendapati Candi Borobudur pada 1814 menulis buku History of Java pada 1817.
Menurut Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang mendalami Borobudur sejak muda, berkat buku yang ditulis Raffles secara akademis tersebutlah dunia mengenal candi raksasa itu.
History of Java disebut-sebut literasi pertama yang menulis kata Borobudur (Boro Bodo); boro nama kampung, bodo berarti kuno.
Berdasarakan keterangan yang dikumpulkannya, Raffles juga menafsir, boro atau bhara dalam bahasa Jawa berarti agung; yang terhormat; banyak. Dan bodo dari Budha.
Merujuk ini, Borobudur berasal dari kata Budha yang banyak atau Budha yang agung.
Yang perlu diingat juga, dalam kitab Negarakretagama yang ditulis Mpu Prapanca pada 1365 M, ditemukan kata Budur untuk menyebut sebuah bangunan suci agama Budha dari aliran Wajradhara.
Sayangnya, kitab yang menceritakan perjalanan Raja Majapahit Hayam Wuruk itu tidak menjelaskan hal-hal lebih lanjut untuk memastikan yang dimaksud adalah Borobudur.
“Memang tidak ada satu pun keterangan tertulis kuno yang mengungkapkan nama Candi Borobudur yang sesungguhnya,” papar Daoed Joesoef.
Menafsir Borobudur
Dalam Bab IX The History of Java, Raffles menulis, “bangunan ini oleh beberapa orang diduga dibangun pada abad keenam, sementara beberapa orang lain menduga dibangun pada abad kesepuluh tahun Jawa.“
Terlepas dari minimnya literasi, merujuk tulisan Raffles dan mengingat penampilannya yang bhudistik, serta temuan-temuan baru, para peneliti (saking banyaknya, panjang bila disebut satu persatu) umumnya seragam dalam menarik kesimpulan.
Yakni, Candi Borobudur dibangun oleh rejim Raja Smaratungga dari Wangsa Sailendra, akhir abad VIII hingga awal abad IX.
Memperkuat dugaan yang sudah-sudah, baru-baru ini (2004), sebuah disertasi yang ditulis Hudaya Kandahjaya dari Berkeley University, California, Amerika Serikat, berani memastikan Borobudur selesai dibangun pada 26 Mei 824 sebagai tempat peribadatan Budha.
Tak kalah berani, berdasarkan penelitiannya selama 33 tahun, Fahmi Basya dalam buku Borobudur & Peninggalan Nabi Sulaiman (terbit 2012), menyimpulkan candi tersebut adalah Istana Ratu Balqis yang dipindahkan ke kerajaan Sulaiman.
Fahmi seorang ahli matematika yang mendasarkan penelitiannya pada basis materi yang ada dan Alqur’an.
Tafsir Al Quran! Borobudur Istana Ratu Balqis yang Hilang
BOROBUDUR tak dibangun oleh manusia. Ia adalah istana Ratu Balqis dari negeri Saba dalam kisah Nabi Sulaiman.
Itulah tafsir Fahmi Basya berdasarkan penelitian selama 33 tahun. Fahmi yang diakui dunia sebagai ahli matematika Islam menyandarkan kajiannya pada Al Quran.
Pengarang-pengarang Arab boleh saja menyebut Saba adalah Yaman, negeri yang sangat maju pada zaman dahulu kala di sebelah barat Arab Saudi.
Tapi, menurut kajian Fahmi, Saba–satu-satunya negeri yang dikatakan Baldatun Thoiyyabatun (negeri yang baik) dalam Al Quran–adalah Indonesia.
“Ada sekitar 40 fakta eksak berdasarkan Al Quran untuk membuktikan Indonesia adalah negeri Saba,” tulis Fahmi dalam buku Borobudur & Peninggalan Nabi Sulaiman.
Ciri negeri Saba, antara lain, pernah disinggahi oleh Nabi Sulaiman dan tentaranya.
Di sana ada sebuah bangunan yang dipindah dengan cara yang tidak biasa. Fahmi mengindentifikasi itu adalah Borobudur yang dipindah dari Istana Ratu Boko di kabupaten Sleman, Yogyakarta yang berjarak 36 km dari Borobudur.
Inilah hasil kajiannya, sebagaimana dicuplik-sarikan dari buku Borobudur & Peninggalan Nabi Sulaiman…
Lembah Semut
Di bagian timur Indonesia, dekat lautan pasifik ada Kepulauan Solomon (Sulaiman). Di sinilah kisah bermula. Di antara deburan ombak Pasifik. Di antara dunia gaib dan dunia nyata.
Setelah Sulaiman dilantik mewarisi Daud, ia berkata, “hai manusia, telah diajar kepada kami percakapan burung…” Al Quran surah 27 (An-Naml) ayat 16. An-Naml = semut.
Ayat 17 berbunyi, “dan dikumpulkan bagi Sulaiman tentaranya dari Jin dan manusia dan burung…“
Kemudian mereka menuju Lembah Semut. Ketika rombongan Sulaiman tiba, seekor semut menyeru kawan-kawannya…
“Hai semut-semut, masuklah ke tempat-tempat kediaman kamu agar tidak dihancurkan kamu oleh Sulaiman dan tentaranya dan mereka tidak sadar,” An-Naml ayat 18.
Fahmi menafsir lokasi Lembah Semut di Candi Borobudur hari ini.
Alibinya, candi itu dilingkar pegunungan.
Sebelah timur gunung Merapi dan Merbabu. Sisi barat laut, gunung Sumbing dan Sundoro. Sebelah selatan membujur dari timur ke barat pegunungan Menoreh.
“Jadi Borobudur itu memang terletak di lembah. Dan di lembah ini ada semut yang spesifik disebut Semut Dampa (Dompo),” tulisnya.
Semut dompo perutnya hitam. Kakinya kekuning-kuningan. Badannya sedikit lebih besar.
“Kalau Anda tergigit semut ini akan gatal, bengkak seperti terbakar. Mirip seperti kena cacar,” tulis Fahmi.
Reportase Burung Hud-Hud
Di Lembah Semut, Sulaiman memeriksa pasukan.
Surah An-Naml ayat 20 berkisah. “Dan ia periksa burung. Lalu ia berkata, mengapa aku tidak melihat Hud-Hud?“
Sejurus kemudian, Hud-Hud datang. Merujuk ayat 22, 23, 24 An-Naml, burung Hud-Hud menceritakan hasil reportasenya.
Bahwa berdasarkan pantauan mata langsung, Hud-Hud telah meliput negeri Saba. Di sana ada seorang penguasa perempuan yang punya istana megah, Arsy Yang Azhiim. Kaum itu menyembah matahari, bukan Allah.
Jika para pengarang Arab menafsir itu adalah kerajaan Ratu Balqis, menurut Fahmi, yang diliput burung Hud-Hud adalah tempat yang kini disebut Istana Ratu Boko, dekat Candi Prambanan di daerah Sleman, Yogyakarta.
“Jarak dari Borobudur dengan Istana Ratu Boko 36 km, jarak yang ideal bagi penerbangan burung,” paparnya.
Tafsir Al Quran! Antara Borobudur, Nabi Sulaiman dan Ratu Penyembah Matahari
NABI SULAIMAN mengirim surat kepada Ratu Balqis pemilik istana megah yang menyembah matahari. Bukan surat cinta, melainkan peringatan bahwa tak ada yang wajib disembah melainkan Allah.
Al Quran mengisahkan bahwa Ratu merundingan isi surat itu dengan kaumnya.
“Hai para pembesar. Telah disampaikan kepadaku sepucuk surat yang berharga,” An-Naml ayat 30.
“Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya isinya Bismillahirahmanirahim,” An-Naml ayat 30.
“Janganlah menganggap dirimu lebih tinggi atasku, namun datanglah kepadaku sebagai seorang yang berserah diri,” An-Naml ayat 31.
Saat melakukan penelitian di Istana Ratu Boko, Fahmi Basya, penulis buku Borobudur & Peninggalan Nabi Sulaiman mengaku menemukan lempengen emas di sana. Lafadz Allah masih terbaca jelas di lempengan itu.
Dia meyakini, lempengan itu adalah surat Nabi Sulaiman.
Ayat selanjutnya menerangkan, meski pun kaumnya bersedia berperang demi wibawa Sang Ratu, namun Ratu mengingkan jalan damai.
Dikirimlah utusan untuk membawakan hadiah kepada Sulaiman. Namun Sulaiman menyuruh utusan itu pulang membawa kembali hadiahnya.
Penasaran, Ratu pun datang langsung menemui Sulaiman. Mengetahui itu Sulaiman yang sedang berada di Lembah Semut berkata pada pasukannya:
“Hai para malak, siapa dari kamu yang sanggup mendatangkan Arsy-nya (istananya) kepada ku sebelum ia datang kepada ku dengan menyerah diri,” An-Naml ayat 38.
Jin Ifrit berkata, “aku bisa mendatangkan dia kepadamu sebelum engkau bergeser dari tempat berdirimu dan aku atas itu kuat dan aman,” An-Naml ayat 39.
Ucapan itu disela oleh seorang yang di sisinya ada ilmu dari Kitab.
“Aku bisa datangkan dia kepadamu sebelum kerlinganmu kembali kepadamu. Maka ketika ia lihat dia terletak di sisinya, ia berkata ini sebagian dari kelebihan rabbiku…” An-Naml ayat 40.
Seketika itu, dijelaskan Fahmi, terjadilah kekosongan yang misterius di Istana Ratu Boko. Sleman, Salaman & Wonosobo
Latar kisah ini adalah negeri Saba. Untuk memperkuat tafsirnya, Fahmi mencuplik Al Quran surat Saba (34) ayat 15.
“Dan sungguh adalah untuk Saba pada tempat mereka ada ayat, dua hutan sebelah kanan dan kiri.“
Di Yaman, tak ada wilayah bernama Saba. Sedangkan lebih kurang 54 km dari Borobudur ada daerah Wonosobo (Wana Saba).
“Wana dalam bahasa Jawa artinya hutan. Wana Saba = hutan Saba. Hutan tropis terbesar di dunia,” katanya.
Bagi dia, bukan suatu kebetulan pula Istana Ratu Boko adanya di wilayah Sleman, kata yang merujuk Sulaiman.
Dan di dekat Borobudur juga ada daerah yang namanya Salaman, serempatan kata Sulaiman.
Lebih dari itu, setelah mencermati relief-relief Borobudur, Fahmi berpendapat karya seni itu mustafil dikerjakan dengan dipahat. Melainkan dengan cara melunakkan batu.
“Ini pekerjaan jin,” tegasnya meyakinkan.
Menariknya, di dinding Borobudur ada relief perempuan cantik sedang menyingsing kain. Di bawah kakinya nampak ikan berenang (lihat foto). Orang-orang menyebutnya relief Manohara.
Ini berkesesuaian dengan bunyi surat An-Naml ayat 44 yang menggambarkan ketika Ratu jumpa Sulaiman.
“Maka ketika ia lihat dia, ia sangka kolam, dan ia singsingkan (kain) dari dua betisnya.“
Bila tafsir ini benar, maka dengan sendirinya menggugurkan pendapat yang menyebut candi raksasa itu dibangun pada abad 8 oleh Dinasti Sailendra.
Mana yang benar? Wallahulam… (wow/jpnn)
★ JPNN