FGD Membangun Industri Pertahanan dan Alutsista Indonesia

http://4.bp.blogspot.com/-Kh7CXToYLrw/VXbNPfW6oFI/AAAAAAAAGy8/tgBrjWx1qI8/s1600/2058574_20150608125913Credit%2Bto%2BEko%2BJasindo.jpgAk 630 KRI Kujang (Eko Jasindo)

Jakarta (3/3), dilaksanakan Forum Group Discussion (FGD) Membangun Industri Pertahanan dan Alutsista Indonesia: Persoalan dan Solusi, yang dipandu oleh moderator Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani. Direktur Utama PT Pindad (Persero), Silmy Karim menjadi narasumber bersama Kabaranahan Kemhan, Laksda TNI Leonardi, Muhammad Said Didu dari KKIP, Edy Prasetyono, serta Adi Widjajanto.<

Peserta adalah Dirjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan keamanan, KKIP, PT Pindad, PT PAL, PT DI, PT Dahana, PT LEN serta Deputi, Staf Khusus, dan Staf Ahli Kantor Staf Presiden. Acara ini bertujuan untuk mengidentifikasi substansi permasalahan dalam kerangka regulasi dan kebijakan terkait peran strategi industri pertahanan, terutama yang berkaitan langsung dengan pemenuhan pertahanan nasional dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.

Penguatan industri pertahanan dilakukan untuk terpenuhinya kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI guna tercapainya Minimum Essential Force (MEF) pada tahun 2024 serta tercapainya kemandirian dalam pengadaan alutsista di tahun 2029. Saat ini pengadaan alutsista dalam rangka memenuhi MEF, sebagian besar masih sangat tergantung dari impor luar negeri dikarenakan belum optimalnya peran industri pertahanan dalam negeri.

Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet paripurna pada 3 November 2014 berkomitmen penuh memotivasi dan memacu produksi alutsista dalam negeri serta menegaskan pemerintah untuk mendukung meningkatkan omzet 30 hingga 40 persen untuk industri pertahanan dalam negeri. Dalam paparannya, Dirut PT Pindad mengatakan dukungan Presiden untuk dijadikan momentum dalam membangun kemandirian industri pertahanan serta menyampaikan persoalan yang menjadi penghambatnya.

Dukungan ini harus menjadi pemicu untuk membangun kekuatan yang riil dan industri pertahanan dalam negeri. Persoalan yang masih terjadi yaitu belum optimalnya koordinasi antar lembaga negara, keterbatasan modal kerja, belum adanya dukungan jangka panjang, belum optimalnya dukungan insentif fiskal dan pembiayaan ekspor, belum optimalnya dukungan pendanaan litbang serta belum sinerginya lembaga litbang dan industri pertahanan,” tutur Silmy.

Andi Widjajanto memaparkan paradigma dan solusi untuk membangun industri pertahanan dalam negeri. “Pertama, paradigma penting yang perlu ditumbuhkan adalah cari perusahaan yang punya komitmen untuk membangun industri pertahanan kita, lebih baik, tidak perlu first best, bisa second atau third best, yang penting ada komitmen untuk membangun bersama. Kedua, mengawal proses perumusan regulasi penurunan UU industri pertahanan untuk bekerjasama dan berinteraksi dengan KKIP. Lalu mengusulkan ke Presiden kapan KKIP bersidang minimal dua kali dalam setahun dan mengusulkan holding BUMN strategies pertahanan agar sesegera mungkin dilaksanakan. Semua perlu segera dilakukan untuk membangun kemandirian pertahanan dalam negeri”, tutur Andi.

Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani, mengatakan perlunya membuat working group untuk menyelesaikan berbagai peroalan yang menghambat secara bersama-sama. “Kita akan membuat working group yang akan meyelesaikan problem yang sudah tahunan, problem bersama kita. KSP sesuai arahan Presiden dalam sidang kabinet memandang membangun industri pertahanan dan alutsista harus diagendakan dan penting agar kita bisa mandiri”, tutur Jaleswari. (Ryan)


 ♖ pindad