BPPT dan SAAB perusahaan global yang bergerak dibidang pertahanan menjalin kerja sama untuk mengembangkan teknologi pertahanan dalam rangka menuju kemandirian pertahanan dan keamanan di Indonesia.
“Industri pertahanan kita tidak kalah dengan negara tetangga, namun untuk teknologi harus terus diperbarui mengikuti perkembangan terkini,” kata Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, Erzi Angson Gani saat dihubungi, Jumat.
Dia menunjuk beberapa negara ASEAN, alat utama sistem persenjataan (Alutista) masih harus didatangkan dari luar negeri, sedangkan Indonesia sudah memiliki sejumlah industri strategis seperti PT Pindad, PT LEN, PT PAL, PT Dahana, PT Dirgantara Indonesia.
“Industri strategis yang kita miliki tinggal dikembangkan saja, salah satu caranya dengan menggandeng perusahaan yang memiliki teknologi terkini dan efisien,” ujar Erzi.
Erzi berharap Indonesia dapat mencontoh Korea Selatan dan Tiongkok yang telah dikenal memiliki industri kapal selam paling lengkap berteknologi tinggi.
Terkait hal tersebut lanjut Erzi, BPPT telah menandatangani surat perjanjian kerja sama dengan SAAB dibidang teknologi pertahanan pada Kamis (29/8) di Puspiptek Serpong. Kerja sama dilaksanakan mengingat perusahaan ini telah sukses menjalin kerja sama serupa dibidang pertahanan dengan negara lain.
Dia menunjuk kerja sama perusahaan ini dengan Swedia dalam mengembangkan teknologi sistem pertempuran udara yang didalamnya juga melibatkan lembaga akademis dan pemerintah.
Sedangkan di Indonesia, jelas Erzi, BPPT memiliki enam program dibidang pengembangan teknologi pertahanan yang siap dikerjasamakan diantaranya pesawat tempur, kapal selam, kapal korvet, rudal, medium tank, dan pengintai.
Salah satu yang akan digarap dengan SAAB adalah pesawat tanpa awak (drone) yang sudah banyak dikembangkan diberbagai negara untuk tujuan pertahanan dan keamanan, jela Erzi.
Erzi mengatakan dalam kerja sama tersebut diharapkan akan berlanjut tidak hanya sebatas implementasi pada industri strategis yang kita miliki, tetapi juga harus ada transfer teknologi.
“Negara-negara yang tergabung dalam G-20 telah menyepakati apabila terdapat kerja sama dibidang teknologi dikalangan negara anggota harus juga dimasukkan klausul alih teknologi,” ujar Erzi.
★ Antara