PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) terpilih sebagai pemenang tender untuk pembiayaan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) pada TNI/Kementerian Pertahanan RI senilai Rp 980 miliar.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan menjelaskan BNI telah melewati proses seleksi bersama dengan perbankan lainnya. Seleksi bersifat terbatas sesuai ketentuan dan dengan prinsip transparan, akuntabel, efisien dan efektif, serta kehati-hatian.
“Pemenangnya pasti lewat proses, kita tenderkan banknya dan BNI pemenangnya,” ungkap Robert kepada detikFinance, Jumat (9/10/2015).
Dasar hukum pelaksanaan tender adalah Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan PDN oleh Pemerintah, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 211/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Seleksi Calon Pemberi PDN.
BNI selanjutnya menindaklanjuti dengan menyusun komitmen kontrak Pembiayaan Dalam Negeri (PDN) dan perjanjian PDN untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan setiap kontrak pengadaan barang/jasa Alutsista. Ada setidaknya 21 kontrak yang akan dibiayai.
Robert menambahkan, kontrak tersebut ditujukan untuk perusahaan di dalam negeri. Seperti PT Pindad, PT PAL dan lainnya. Karena utang yang ditarik juga berdenominasi rupiah.
“Ini biasanya untuk beli alutsista Kementerian Pertahanan dan Kepolisian untuk membeli dari industri dalam negeri, seperti Pindad, PT PAL untuk membeli senjata, peluru, kapal dan seperti itulah,” terangnya. (mkl/ang)
Alasan Pemerintah Pakai Utang untuk Beli Alutsista TNI Mimpi TNI AU [Marina] ♆Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mendapatkan alokasi penarikan pinjaman atau utang untuk pembelian Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI setiap tahun. Pinjaman ini ada yang berasal dari dalam dan luar negeri.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan menjelaskan penarikan utang memang karena tidak tercukupinya belanja dari penerimaan dalan negeri. Sehingga untuk beberapa kelompok kebutuhan belanja menggunakan utang.
“Kalau lihat APBN kan ada pinjaman luar negeri, dan ada pinjaman dalam negeri. Ini biasanya untuk beli alutsista kalau di Kementerian Pertahanan,” ungkap Robert kepada detikFinance, Jumat (9/10/2015).
Robert menuturkan untuk barang yang berasal dari negara lain atau impor, biasanya menggunakan pinjaman luar negeri yang berdenominasi valuta asing. Namun untuk yang industri dalam negeri, menggunakan denominasi rupiah yang dibantu oleh perbankan lokal.
“Untuk Kemenhan dan Kepolisian itu untuk khusus persenjataan. Kalau proyek besar kan dari luar negeri,” imbuhnya.
Nilai utangnya pun berbeda-beda setiap tahun. Robert mengatakan pada periode 2015, pinjaman untuk Kemenhan secara total mencapai Rp 13,7 triliun. Dengan porsi pinjaman dalam negeri sebesar Rp 1,5 triliun, antara lain dari Bank BNI.
“Jadi penentuan Kemenhan itu kan dari Bappenas saat menghitung di belanja. Waktu pembahasan diputuskan alutsista rupiah murni, pinjaman dalam negeri dan luar negeri,” kata Robert. (mkl/hen)