“Teknologi itu dimanfaatkan berbagai industri dan rumah sakit di lndonesia yang menghasilkan limbah radioaktif dan B3, ujar Deputi Bidang Teknologi Energi Nuklir BATAN, Taswanda Taryo, dalam konferensi pers Seminar Nasional Pengelolaan Limbah XII di Puspitek, Tangerang Selatan, Selasa.
Berdasarkan data statistik, lndonesia menghasilkan limbah tidak kurang dari 38 juta ton per tahun.
Sebanyak 14 persen di antaranya limbah plastik yang sangat sulit untuk diurai. Limbah yang tidak diolah akan menyebabkan berbagai polusi baik itu udara, air maupun tanah.
Berdasarkan UU 10/199 tentang Ketenaganukliran, BATAN adalah satu-satunya institusi di Indonesia yang secara khusus ditugasi oleh pemerintah untuk mengolah dan menyimpan limbah radioaktif yang dihasilkan rumah sakit, industri, dan lembaga penelitian.
“Tugas dan fungsi BATAN didukung oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang memiliki tugas sebagai badan regulasi dan menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan bahan nuklir di Tanah Air. Saat ini, setidaknya ada 7.000 institusi yang menggunakan bahan nuklir.
Kepala Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Suryantoro, mengatakan pengolahan limbah oleh BATAN menggunakan metode evaporasi atau penguapan.
Hasil proses penguapan itu menghasilkan konsentrat dan air suling. “Konsentrat tinggi radioaktif tersebut dicampur semen dan dipadatkan,” kata Suryantoro.
Suryantoro menambahkan limbah radioaktif pengolahannya lebih susah dibandingkan limbah B3 karena limbah radioaktif harus dimasukkan dahulu ke dalam kapsul.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Tangerang Selatan, Rahmat Salam, mengatakan pihaknya mempunyai tim pengawas limbah.
“Tim ini yang melakukan pengawasan di kawasan industri,” kata Rahmat.
Rahmat menegaskan pihaknya tidak akan main-main dalam hal pengawasan limbah, karena berkaitan dengan perlindungan lingkungan hidup dan masyarakat.