Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara bersama tiga operator seluler di Indonesia berkunjung ke kantor pusat Google, di California, San Francisco, Amerika Serikat. Salah satu agendanya soal, Project Loon.
“Saya dan 2 CEO operator lainnya hari ini (Rabu, 28 September) menandatangani technical trial agreement (Project Loon),” kata CEO XL Axiata Dian Siswarini, saat berbincang dengan CNN Indonesia, Kamis (29/10/2015). Hal senada juga diungkapkan oleh CEO Indosat Alexander Rusli. “Iya betul, kami baru saja tanda tangan trial teknis.“
Dian yang sedang di markas Google, menandatangani kerjasama itu dengan Alexander Rusli dan CEO Telkomsel Ririek Adriansyah disaksikan oleh Menkominfo Rudiantara.
Dilanjutkan olehnya, bahwa Project Google Loon ini sangat cocok untuk membuka akses daerah-daerah di Indonesia agar bisa tersambung dengan jaringan telekomunikasi.
Dian bilang, “Kami melihat bahwa Google Loon bisa menjadi alternatif teknologi untuk men-cover daerah-daerah yang selama ini sulit dijangkau dengan terestrial network.“
Setelah kesepakatan ini, Balon Loon ini akan diterbangkan di atas wilayah Indonesia pada tahun depan. “Techincal trial tersebut akan dimulai di tahun 2016. Belum tahu wilayah mana saja yang akan diterbangkan di Indonesia,” tandas Dian.
Sebelum di Indonesia, Balon Loon sudah pernah melakukan uji coba di Australia. Cara Project Loon ini bekerja adalah dengan meluncurkan 20 balon udara di bagian barat Quennsland. Google tidak membeli atau menyewa frekuensi di Negeri Kanguru tersebut.
Dalam proyek ini, Telstra memberi izin pada Project Loon untuk mengakses jaringan BTS memanfaatkan spektrum frekuensi 2,6 GHz. Nantinya, warga akan menerika koneksi Wi-Fi di perangkat komputernya.
Balon udara yang dikembangkan Google ini masih dalam tahap pengembangan dari laboratorium Google X. Ia telah menjalankan uji coba terbang di Amerika Serikat dan Selandia Baru dalam dua tahun terakhir. (eno/tyo)
Bagaimana Cara Balon Google Sebarkan Internet?Konsep pengoperasikan Project Loon (dok.Google) ★Balon udara raksasa Google bernama Project Loon yang punya tugas menyebarkan Internet di daerah-daerah terpencil akan diuji coba mulai 2016 mendatang di Indonesia.
Balon Loon ibarat menara seluler yang mengangkasa di langit. Loon terbang di ketinggian dua kali lipat dari ketinggian normalnya pesawat komersil berjalan. Lebih tepatnya, Loon akan terbang sekitar 20 kilometer di atas permukaan Bumi di lapisan stratosfer.
Mengapa stratosfer? Dari publikasi resmi di blog Google, angin di stratosfer sifatnya berlapis-lapis, di mana tiap lapisannya memiliki variasi kecepatan dan arah. Nah, dengan bergerak bersama angin, balon Loon dirancang agar bisa membentuk satu jaringan komunikasi yang besar.
Tiap balon akan memancarkan koneksi internet 4G LTE ke permukaan dengan jangkauan 40 kilometer dari tempat balon tersebut berada. Balon itu akan mengantar teknologi Long Term Evolution (LTE) dari perusahaan telekomunikasi yang telah bermitra dengan Google Project Loon, yaitu Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata.
Google dan para operator akan berbagi spektrum seluler agar masyarakat bisa mengakses internet melalui perangkat ponsel pintar dan perangkat yang sudah mendukung teknologi LTE. Balon Loon menggilirkan trafik nirkabel dari perangkat mobile kembali ke internet global menggunakan link berkecepatan tinggi.
Yang jelas, jika satu balon sudah mulai terbang ke luar jalur, maka balon Loon lainnya akan bergerak menggantikan posisinya.
“Kami harap proyek ini bisa membantu operator lokal untuk memperluas jangkauan jaringan mereka yang sudah ada dan koneksi Internet yang bisa betul-betul mencapai area terpencil,” tulis Vice President Project Loon Google, Mike Cassidy.
Nusantara terdiri dari 17 ribu pulau dan bisa dikatakan hanya satu dari tiga orang di Indonesia yang sudah terhubung dengan Internet. Itupun belum tentu koneksinya bagus tanpa lemot.
Ide utama dari kesepakatan antara Google dan Telkomsel, XL Axiata, serta Indosat selaku tiga operator besar Indonesia berangkat dari sulitnya menjalankan kabel serat optik atau mendirikan menara seluler di kawasan terpencil yang penuh dengan gunung dan hutan.
XL, Telkomsel, dan Indosat telah menandatangani kerjasama Loon di markas Google di Mountain View, California dan disaksikan oleh Menkomindo Rudiantara.
“Kami melihat bahwa Google Loon bisa menjadi alternatif teknologi untuk men-cover daerah-daerah yang selama ini sulit dijangkau dengan terestrial network,” kata CEO XL Axiata, Dian Siswarini.
Dilanjutkan olehnya, bahwa Project Google Loon ini sangat cocok untuk membuka akses daerah-daerah di Indonesia agar bisa tersambung dengan jaringan telekomunikasi, namun ia mengaku belum tahu wilayah mana saja di yang akan kebagian koneksi dari Loon. (eno)
Balon Internet Google Pakai Spektrum 900 MHz Tiga OperatorDari kiri ke kanan: VP Project Loon Google Michael Cassidy, Presiden Direktur Indosat Alexander Rusli, Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini, Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, dan Pendiri Google Sergey Brin, dalam acara penandatanganan kesepakatan uji coba Project Loon, di kantor pusat Google di Mountain View, California, AS, Rabu, 28 Oktober 2015. (Dok. XL Axiata) ★Proyek percobaan penyelenggaraan akses Internet dengan balon udara milik Google di Indonesia akan didukung oleh tiga operator seluler mulai 2016, dan bakal memanfaatkan spektrum 900 MHz.
Ketiga operator yang terdiri atas Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata, sepakat mengizinkan balon udara yang disebut Project Loon tersebut memakai spektrum 900 MHz mereka.
“XL akan melakukan integrasi dengan Project Loon melalui 4G LTE di frekuensi 900 MHz,” demikian pernyataan tertulis XL Axiata, Kamis (29/10).
Kesepakatan antara tiga operator seluler besar tersebut berlangsung di kantor pusat Google di Mountain View, California, AS, Rabu (28/10), yang disaksikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara serta pendiri Google Sergey Brin.
Dalam uji coba nanti tahun depan, balon udara ini akan mengudara di ketinggian sekitar 20 kilometer di atas permukaan laut yang berfungsi seperti menara pemancar sinyal.
Menurut rencana, balon bakal digunakan untuk memberi akses Internet ke daerah pelosok yang sejauh ini belum terjangkau oleh infrastruktur darat operator seluler.
Dengan operator Telkomsel, Project Loon akan diuji pada lima titik di atas Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Mereka memakai infrastruktur backbone milik Telkom dan Telkomsel, antara lain sistem jaringan Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS). Sementara operator Indosat dan XL berencana memanfaatkan balon udara itu di kawasan timur Indonesia.
“Telkomsel melihat Project Loon sebagai salah satu inovasi teknologi terkini yang dapat bermanfaat untuk memperluas penyebaran Internet di daerah-daerah yang sulit terjangkau dan memiliki kerapatan penduduk yang rendah,” ujar Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah.
Jika uji coba sukses, bisa saja Project Loon yang memakai tenaga matahari ini dipakai sebagai pelengkap infrastruktur telekomunikasi, namun semua itu kembali pada kesepakatan antara operator seluler dengan Google pada dua sampai tiga tahun mendatang.
Dari sudut pandang Indosat, perusahaan menilai kesepakatan uji coba ini dapat mendukung Rencana Pitalebar Indonesia 2014-2019.
CEO Indosat Alexander Rusli, yang juga Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia, berharap balon udara Google dapat “merangkul mereka yang belum terlayani konektivitas.”
Project Loon pertama kali diuji di Selandia Baru pada Juni 2013 memanfaatkan spektrum 2.600 MHz. Nantinya, warga dapat menerima koneksi nirkabel Wi-Fi pada perangkat mereka dan dapat dipakai guna mengakses Internet. (adt/eno)
Balon Internet Google Tak Ganggu Jaringan Seluler IndonesiaMenkominfo Rudiantara bersama Direktur Utama Telkomsel, CEO XL Axiata Dian Siswarini dan Presiden Direktur Indosat Alex Rusli (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma) ★Tiga operator asal Indonesia, Telkomsel, XL Axiata dan Indosat sepakat untuk melakukan uji coba Project Loon buatan Google. Kendati tujuannya membuka akses internet di kawasan yang susah dijangkau di Tanah Air, balon internet ini masih menimbulkan pro dan kontra.
Ada kekhawatiran bahwa teknologi balon internet ini akan men-disrupt telekomunikasi karena mem-bypass langsung. Menurut Presiden Direktur dan CEO Indosat Alexander Rusli hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan.
“Tidaklah. Ini kan pakai frekuensi kita (operator). Jadi seperti vendor BTS saja,” kata Alex–sapaan akrabnya, yang ikut mengunjungi ke kantor pusat Google, di California, Amerika Serikat, kepada CNN Indonesia. Alex yang juga Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menganalogikan, “Anggap saja si Google Loon ini (seperti) BTS-nya Ericsson, Huawei atau Nokia.“
Alex juga mengatakan ada bagusnya bila balon internet Google ini nantinya sukses digelar di Indonesia, khususnya dari para operator. “Kalau bagus, less Capex dan obiquotus coverage of LTE.“
Hal senada juga diungkapkan oleh CEO XL Axiata Dian Siswarini. Dalam perbincangan terpisah dengan CNN Indonesia, sejauh ini balon internet Google masih dalam tahap uji teknis, jadi operator masih meraba skema teknologi dan bisnisnya, sampai diputuskan komersial.
Dian pun tidak khawatir bila balon internet ini sampai men-disrupt jaringan telekomunikasi miliknya. “Kan tergantung bisnis modelnya. Kalau nanti bisnis modelnya kurang cocok, ya tidak perlu sampai komersial,” sebutnya.
Baik Alex dan Dian juga sepakat balon udara Google ini mulai dilaksanakan uji cobanya pada tahun 2016. Namun belum diketahui kawasan mana terlebih dahulu yang akan menjadi daerah pertama untuk percontohan.
“Kan tadi semua (tiga operator) yang sign. Nanti kita yang tentuin daerahnya,” tandas, Alex.
Sebelum di Indonesia, Balon Loon sudah pernah melakukan uji coba di Australia. Cara Project Loon ini bekerja adalah dengan meluncurkan 20 balon udara di bagian barat Quennsland. Google tidak membeli atau menyewa frekuensi di Negeri Kanguru tersebut.
Dalam proyek ini, Telstra memberi izin pada Project Loon untuk mengakses jaringan BTS memanfaatkan spektrum frekuensi 2,6 GHz. Nantinya, warga akan menerika koneksi Wi-Fi di perangkat komputernya. (eno/tyo)
Proyek Google di Indonesia Bukan Cuma Balon InternetMenerbangkan balon Internet bukanlah satu-satunya proyek Google untuk menyebarkan Internet di Indonesia. (Antara/Yudhi Mahatma) ★Project Loon dari Google terdengar begitu canggih dan menarik perhatian karena tujuannya yang ingin menyebarkan koneksi internet dari angkasa meggunakan balon udara. Balon pintar ini bukanlah satu-satunya proyek Google ke Indonesia yang berkaitan dengan jaringan internet.
Vice President Project Loon, Mike Cassidy mempublikasikan tulisannya di dalam blog resmi Google tentang Project Loon. Di sana, ia juga menyebutkan bahwa pihak perusahaan telah mengerahkan sejumlah upaya untuk membantu mencapai pemerataan internet di Indonesia.
“Untuk membuat internet tak hanya mudah diakses namun juga berguna, banyak yang harus dilakukan. Kami memiliki sejumlah upaya di Indonesia demi mencapainya,” tulis Cassidy.
Ia melanjutkan, “salah satunya program Android One yang membuat ponsel pintar harga murah namun berkualitas tinggi dan memberi pengalaman akses internet kepada masyarakat menengah ke bawah.“
Cassidy yang menyebutkan, perusahaan telah mengembangkan fitur yang bisa digunakan apabila koneksi internet sedang lemah atau lemot, seperti Search Lite dan fitur offline untuk video di YouTube.
“Ada juga bahasa Indonesia dan bahasa Sunda di dalam Google Translate yang bisa menjadi alat pembantu masyarakat saat berselancar di internet,” sambung Cassidy.
Pihak Google menyadari bahwa masih banyak penduduk dunia, khususnya di Indonesia yang belum mendapat akses internet, namun perusahaan sendiri mengaku sedang berkembang dan berupaya memenuhi itu.
“Jika semua berjalan lancar, jutaan penduduk Indonesia akan bisa berbagi ide, kultur, dan bisnis secara online tanpa batas,” Cassidy menutup tulisan blog.
Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mencicipi program ponsel pintar murah Android One. Google menunjuk tiga produsen ponsel lokal yang ikut program Android One tahap awal. Ketiganya adalah Evercoss melalui produk One X, lalu Nexian dengan produk Journey, dan Mito dengan Impact.
Ketiga ponsel yang dibanderol tak lebih dari Rp 1 juta ini memakai spesifikasi teknis yang sama persis. Mereka dibekali layar berukuran 4,5 inci jenis FWVGA, prosesor quad-core 1,3 GHz, RAM 1GB, memori internal 8 GB yang disertai slot kartu memori eksternal, fitur kartu SIM ganda jenis Micro SIM, baterai 1.700 mAh, kamera utama 5 MP dan kamera depan 2 MP.
Android One memang terdengar seperti misi mulia Google untuk menghubungkan penduduk dunia dengan internet melalui ponsel pintar murah. Karena, menurut mereka, saat ini 4 miliar penduduk dunia yang belum terkoneksi internet.
Sementara Nusantara terdiri dari 17 ribu pulau dan bisa dikatakan hanya satu dari tiga orang di Indonesia yang sudah terhubung dengan Internet. Itupun belum tentu koneksinya bagus tanpa lemot.
“Kami melihat bahwa Google Loon bisa menjadi alternatif teknologi untuk men-cover daerah-daerah yang selama ini sulit dijangkau dengan terestrial network,” kata CEO XL Axiata, Dian Siswarini setelah menandatangi perjanjian di markas Google di Mountain View, California, AS. (eno/eno)
Balon Internet Google Pernah Dikritik Bill GatesPendiri Microsoft Bill Gates (REUTERS/Francois Lenoir) ★Misi sosial atau murni bisnis, niat Google mengembangkan Project Loon agar balon internet ini bisa menjangkau wilayah yang sulit ditembus. Tujuan mulia ini tak selalu mendapat respon bagus, seperti kritikan yang dilontarkan oleh pendiri Microsoft Bill Gates.
Inisiatif Project Loon Google yang ingin memberikan akses intenet ke wilayah yang susah ditembus dan negara berkembang dari jaringan balon yang terbang di lapisan stratosfer tak membuat Gates tertarik.
“Ketika Anda sedang sekarat karena malaria, dan kemudian melihat ke atas dan melihat balon itu, saya yakin itu tidak akan membantu Anda. Ketika anak-anak menderita diare, tidak ada situs yang bisa menguranginya,” katanya dalam sebuah kesempatan wawancara dengan Business Week.
Namun bukan berarti Gates tidak percaya bahwa menghubungkan semua orang dengan internet akan membawa perubahan positif, dia yakin akan keniscayaan tersebut.
“Tentu saja aku sangat percaya dalam revolusi digital, seperti menghubungkan pusat kesehatan, sekolah itu hal yang baik. Tapi tidak bagi negara yang berpenghasilan rendah, kecuali jika Anda langsung mengatakan kepada kami soal malaria,” sebut pria paling kaya di kolong jagat itu.
Gates yang memang dikenal sebagai philantropis mempertanyakan komitmen Google untuk proyek-proyek di negara berkembang melalui Google.org.
“Google mengatakan akan melakukan sesuatu yang luas. Mereka menyewa Larry Brilliant (Doktor dan ahli filantropi) dan mereka mendapat publisitas yang fantastis. Dan kemudian mereka menutup semuanya,” kritik Gates.
Di Indonesia, Project Loon mendapat ruang. Tiga operator seluler lokal sepakat untuk menyisihkan spekturm mereka di frekuensi 900 MHz untuk dijajal balon internet Google.
Dalam postingannya, Google menyediakan itu semua agar bisa membantu operator lokal untk memperluar jaringan ke area yang bahkan sangat terpencil.
“Kami harap proyek ini bisa membantu operator lokal untuk memperluas jangkauan jaringan mereka yang sudah ada dan koneksi Internet yang bisa betul-betul mencapai area terpencil,” tulis Vice President Project Loon Google, Mike Cassidy.
Nusantara terdiri dari 17 ribu pulau dan bisa dikatakan hanya satu dari tiga orang di Indonesia yang sudah terhubung dengan Internet. Itupun belum tentu koneksinya bagus atau lambat. (eno/tyo)
★ CNN