Kapal milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang digunakan untuk menangkap kapal nelayan China di Perairan Natuna, Kepulauan Riau disebut belum terdaftar secara internasional. Oleh karena itu, operasi kapal tersebut dinilai bisa menyulitkan Indonesia.
Hal ini disampaikan Presiden Indonesia Institute for Maritime Studies, Connie Rahakundini Bakrie usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka.
“Kami mesti ingatkan, jenis kapal di dunia itu ada dua. Apalagi sampai ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif). Hanya kapal AL dan government ship atau cost guard. Dan cost guard kita sendiri kan sampai sekarang masih mencari bentuk. Ada perdebatan, apakah Bakamla kah, Perhubungan kah,” ujar Connie di Kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Senin 28 Maret 2016.
Peristiwa di Kepulauan Natuna yang terjadi pada Minggu 20 Maret 2016 dini hari bermula saat kapal milik KKP menangkap kapal nelayan China di Perairan Natuna. Namun, saat hendak dibawa ke daratan, salah satu kapal coast guard Tiongkok tiba-tiba mengejar Kapal Pengawas (KP) Hiu 11 milik Indonesia tersebut beserta kapal tangkapan KM Kway Fey 10078 Tiongkok dengan kecepatan 25 knots.
Kapal cost guard itu justru menabrak kapal tangkapan hingga rusak. Akhirnya, petugas meninggalkan kapal tangkapan demi keselamatan.
“Yang kemarin mengambil tindakan itu KP, kodenya KP. Kapal ini tidak dikenal di International Maritime Organization (IMO),” kata Connie lagi soal kapal milik KKP yang menangkap kapal nelayan China.
Untuk itu, dia melanjutkan, tak mengherankan jika kapal China mengambil tindakan karena kapal KP ini tidak terdeteksi sebagai cost guard. Oleh karena itu, pakar tersebut menilai kapal-kapal KP perlu segera didaftarkan di IMO sebagai kapal pemerintah.
Dia menambahkan, jika dibawa ke Mahkamah Internasional, justru posisi Indonesia dimungkinkan tidak akan bisa menang.
“Kelemahan kita pada saat ini jika dibawa ke kasus internasional adalah pembuktian. Soal dokumen, pembuktian, sangat berat. Apalagi kapalnya masih ada di China,” lanjut pakar politik keamanan itu.
Internal Indonesia terkait hal ini diminta segera dibereskan, apalagi dengan adanya visi Poros Maritim Dunia. Selain pengembangan Angkatan Laut dan Angkatan Darat yang belum maksimal, penjagaan di ZEE dinilai masih sangat kurang.
Pemerintah harus mendaftarkan segera kapal-kapal penjaga ZEE agar diakui secara internasional.