Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Indonesia punya program pengembangan kapal selama secara mandiri di dalam negeri. Program ini merupakan kelanjutan dari pembelian kapal selam kelas U 209 dari Korea Selatan.
Sebanyak 2 unit pertama akan diproduksi oleh Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) di Korea Selatan kemudian 1 unit berikutnya dikembangkan dan diproduksi pada fasilitas milik PT PAL Indonesia (Persero) di Surabaya Jawa Timur. Lantas sudah sejauh mana perkembangan mega proyek strategis ini?
Direktur Utama PAL, M. Firmansyah Arifin menjelaskan persiapan program pengembangan kapal selama lokal ini terus berjalan. PAL telah mengirimkan 100 mekanik dan insinyur perkapalan ke Korea Selatan untuk mengikuti program Transfer of Technology (ToT).
Sejalan dengan pengiriman tenaga ahli ke Korsel, BUMN bidang perkapalan ini sedang membangun fasilitas bengkel dan alat produksi kapal selam di Surabaya.
“Total insinyur dan mekanik yang akan dikirim ada 206 orang, tapi yang sudah dikirim baru 100 orang. Pengiriman 100 orang dibiayai oleh PAL,” kata Firmansyah saat berbincang dengan detikFinance, Jumat (15/4/2015).
Firmansyah mengakui pengembangan kapal selam di tanah air mundur dari jadwal. Rencana awal ialah produksi dimulai pada pertengahan 2015 tapi molor hingga awal 2016.
Alasannya adalah dana yang diperoleh dari Penyertaan Modal Negara (PMN) belum cair. Dana PMN senilai Rp 1,5 triliun masih tertahan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meskipun usulan sudah disejui sejak tahun lalu.
Padahal dana tersebut sangat dibutuhkan untuk membangun fasilitas kapal selama dan program pengiriman tenaga ahli Indonesia ke Korsel.
“PMN sudah disetujui tahun lalu, prosesnya hampir jalan dan semua sudah dilewati yakni mulai DPR, sampai terakhir sudah harmonisasi antar kementerian. Posisi sekarang yang dicoba dipantau ada di Kemenkeu. Lagi mandeg di sana. Kalau disetujui rute selanjutnya ialah Mensesneg untuk diajukan ke presiden kemudian terbit PP,” ujarnya.
Untuk sementara waktu, biaya pengiriman tenaga ahli masih sanggup ditanggung perseroan sedangkan pembangunan fasilitas yang dilakukan oleh BUMN konstruksi. Firmansyah menjelaskan PAL harus merogeh kocek internal karena tidak ingin kehilangan momentum yang sangat strategis meskipun dana yang dikeluarkan seharusnya untuk aktivitas bisnis lainnya.
“Ada kerjasama dengan BUMN atas arahan menteri BUMN. Gedung workshop-nya dibangun oleh perusahaan karya. Dibangunnya dengan skema tangki project. Mereka bangun fasilitas gedung workshop dahulu nanti dibayar saat selesai,” jelasnya.
Sebetulnya kebutuhan dana PMN paling mendesak ialah untuk mendatangkan peralatan produksi kapal selama dari luar negeri. Proses pemesanan sudah dilakukan namun belum bisa dikirim karena masih menunggu pembayaran.
“Selain bengkel butuh beli alat untuk produksi dari luar negeri. Ini harus dibayar. Barangnya belum datang tapi sudah pesan. Kalau kita sudah kasih uang muka, mereka kirim,” sebutnya.
Bila produksi kapal selama dimulai tahun 2016 di Surabaya, maka PAL akan mengirimkan kapal selam karya putra-putri Indonesia yang pertama ini kepada pemesannya, TNI AL, mulai tahun 2020.
“Proses produksi memakan waktu 4 tahun. Kalau kapal selama pertama yang di Korsel sudah dibuat mulai tahun 2012,” jelasnya.
Bila semua telah selesai, TNI AL akan memiliki 5 unit kapal selam, 3 unit baru dan 2 unit lama. Firmansyah menjelaskan Indonesia bakal menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mampu memproduksi kapal selam lokal. Selain kapal selam, PAL telah mampu memproduksi beberapa tipe kapal perang.
“Di ASEAN belum ada yang bisa produksi kapal selam sendiri maka kita tidak boleh kehilangan momentum. Mereka punya tapi hanya sebatas beli,” ujarnya. (feb/ang)
♞ detik