Jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura, Minggu (28/12), mengejutkan semua pihak. Tidak berselang lama, operasi pencarian dilakukan. Operasi melibatkan sejumlah kekuatan. Tidak terkecuali kekuatan yang dimiliki Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Keterlibatan BPPT sejalan perintah Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengharapkan peran instansi pemerintah dalam pencarian pesawat tersebut. Menteri Koordinator Bidang Maritim Indroyono Soesilo mengatakan, kapal milik BPPT (Baruna Jaya) yang memiliki sensor khusus, diterjunkan untuk membantu pencarian pesawat AirAsia QZ8501.
“Kapal segera meluncur ke lokasi yang diperkirakan sebagai wilayah hilang kontak pesawat,” kata Indroyono pada hari yang sama saat diumumkannya kecelakaan AirAsia. Kantor Kementerian Maritim yang berada di BPPT memungkinkan koordinasi cepat dilakukan. Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengolahan Sumberdaya Alam Ridwan Djamaluddin lantas menjelaskan, mengirim Kapal Baruna Jaya I (BJ I) untuk membantu proses pencarian bangkai pesawat.
Awalnya, BPPT akan mengirim BJ IV. Yang pasti spesifikasi di dalam dua kapal tersebut hampir sama sehingga memungkinkan untuk operasi bawah laut dugaan lokasi di mana bangkai AirAsia berada. Ridwan mengungkap, BJ I memiliki peralatan sensor multibeam echo eounder dan side scan sonnar yang berfungsi mendeteksi objek-objek di dasar laut. Teknologi tersebut biasa digunakan untuk survei bawah laut atau pemetaan dasar laut.
Karena resolusi hasil tangkapan gambarnya cukup bagus dalam melihat objek yang kecil di bawah laut, teknologi ini kerap kali digunakan untuk operasi SAR. Kapal Baruna Jaya IV sudah beberapa kali melakukan bantuan SAR, seperti menemukan KM Gurita yang tenggelam di Sabang tahun 1996; menemukan Boeing 737 Adam Air yang tenggelam di Selat Makassar tahun 2007; menemukan KM Bahuga Jaya yang tenggelam di Selat Sunda pada 2012; dan mencari objek di dasar laut akibat runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara pada 2011.
“Untuk operasi SAR dalam mencari AirAsia QZ-8501, kami merencanakan akan membawa alat yang mampu memindai objek yang berada 2.500 meter di bawah laut,” ujar Ridwan. Selain menerjunkan kapal, tambah Ridwan, ada beberapa teknologi BPPT yang bisa dipakai untuk operasi SAR. Misalnya teknologi untuk observasi visual dengan memakai PUNA atau pesawat tanpa awak yang memiliki kamera pengintai. Tujuannya melakukan pengamatan dari udara untuk menemukan objekobjek yang ada di permukaan daratan atau lautan.
Fokus Mencari Bangkai dan Kotak Hitam
Dalam perkembangannya, kapal BJ I melengkapi dirinya dengan alat-alat baru sesuai kebutuhan. Di antaranya pinger locator, alat yang mampu mendeteksi sinyal black box (kotak hitam), peranti paling dicari dalam musibah pesawat karena berisi datadata penerbangan. Kepala BPPT Unggul Priyanto juga memerintahkan penggunaan autonomous underwater vehicles (AUV).
Wahana bawah laut yang beroperasi otomatis tersebut diharapkan membantu dalam mencari bangkai pesawat atau obyek lain di dasar laut. Menanggapi penggunaan AUV, penanggung jawab harian di Puskodal Operasi Baruna Jaya, Imam Mudita menyampaikan bahwa penggunaan alat tersebut sangat dimungkinkan.
“Hanya saja alat ini akan digunakan bila objek sudah diidentifikasi dengan jelas. Tentunya setelah melalui berbagai tahapan deteksi sebelumnya,” ujarnya. BJ I memang lebih fokus mencari badan pesawat yang kemudian menargetkan membantu dalam penemuan kotak hitam.[Sugeng wahyudi]