Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi merekomendasikan impor premium RON 88 segera dihentikan dalam waktu 5 bulan. Tim ini menginginkan tidak ada lagi bensin premium RON 88 yang dijual di SPBU.
“Sesuai rekomendasi Tim, intinya premium RON 88 itu dihapus, hilang, tidak lagi dijual di SPBU. Buat apa? Orang di market hanya ada RON 92 ke atas,” tegas Ketua Tim yang sering disebut Tim Pemberantasan Mafia Migas Faisal Basri, ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Selasa malam (23/12/2014).
Faisal menegaskan, pemerintah membutuhkan dukungan Tim ini untuk memastikan pengalihan premium ke pertamax, atau artinya menggantikan BBM subsidi dari RON 88 menjadi RON 92.
“Kita buat rekomendasi, pemerintah ingin pastikan ini bisa dilakukan dengan baik. Kita tunjukan bisa, apalagi ada solusi yang sangat cepat yakni memanfaatkan kilang TPPI di Tuban, Jawa Timur,” ungkap Faisal.
Ia menjelaskan, dengan memanfaatkan kilang TPPI, produksi bensin RON 92 bisa bertambah sebanyak 45.000 barel per hari.
“TPPI ini solusi cepat, sangat cepat, nggak perlu lama dalam dua minggu bisa beroperasi. Bisa dapat tambahan RON 92 sebanyak 45.000 barel per hari atau setara dengan mengurangi impor BBM secara keseluruhan sebanyak 14,4%,” tutup Faisal.(rrd/dnl)
Petral Bikin Bensin RON 88 di Malaysia PertaminaIndonesia masih tidak bisa lepas dari bensin ‘kotor’ premium RON 88, sebagai BBM subsidi. Mendapatkan bensin RON 88 sulit, karena sudah jarang sekali yang berproduksi.
Satu data kembali terungkap oleh Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas). Tim yang diketuai Faisal Basri ini mengungkap, anak usah Pertamina, yakni Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), selain menyewa fasiitas untuk memproduksi bensin RON 88 di Singapura, juga memproduksi RON 88 di Malaysia.
Faisal mengatakan, Petral sampai saat ini masih mengimpor bensin RON 88, dan dia punya datanya.
“Petral itu masih impor RON 88, siapa bilang mereka tidak lagi impor RON 88? Pertamina? Jangan macam-macam sama saya, saya punya datanya. Saya tidak akan berani bicara kalau tidak ada datanya,” tegas Faisal ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa malam (23/12/2014).
Faisal menunjukkan bukti, Petral masih mengimpor RON 88, bahkan dipasok dari Malaysia.
“Ayo saya buktikan, saya punya bukti data di mobil setumpuk. Ini pada 7 Juni 2014 ini buktinya (menunjukkan surat) bill of lading ini kalau dipalsukan ini mengerikan. Di dalamnya ada informasi jenis minyaknya apa, pengirimnya siapa, harga atau nilainya berapa. Ini buktinya 22.410.244 barel,” ungkap Faisal.
“Ini bukti RON nya 88! Petral juga mengakui mereka juga kerjasama dengan Trafigura (Trafigura Pte Ltd) untuk memblending di Malaysia di Ujung Langsat Terminal Malaysia. Ini Fasilitas blending bukan kilang ya, digunakan untuk buat RON 88,” tambahnya.
Faisal menegaskan, agar Pertamina membuka semua proses pengadaan BBM dengan transparan, agar masyarakat tidak dibingungkan dengan pernyatatan yang tidak sebenarnya.
“Jangan berhayal-hayal deh, jangan bilang nggak (impor RON 88) sebenarnya iya. Petralnya saja sudah mengakui kok, kita juga punya datanya, jangan main-main dengan saya,” tutupnya.(rrd/dnl)
Faisal Basri Sarankan Pertamina Bangun Kilang di Tuban Indonesia saat ini membutuhkan kilang minyak baru sesegera mungkin. Faisal Basri, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, menyarankan agar PT Pertamina (Persero) membangun kilang di Tuban, Jawa Timur.“Lebih baik juga dibangun kilang minyak baru di Tuban. Lebih cepat karena di sana sudah ada berbagai fasilitas, mulai dari pelabuhan dan kilang TPPI, tinggal pakai, karena Pertamina dan pemerintah punya saham di TPPI,” ucap Faisal saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (23/12/2014) malam.
Membangun kilang di Tuban, lanjut Faisal, juga lebih murah karena tidak perlu lagi membebaskan lahan.
“Lahan di sana tidak perlu dibebaskan lagi, sebagian lahan lainnya juga sudah milik Pertamina dan BUMN lainnya. Jadi relatif lebih mudah, murah, serta cepat,” katanya.
Dengan begitu, tambah Faisal, pembangunan kilang jadi lebih cepat. “Biasanya bangun kilang 5 tahun, kalau dibangun di sana hanya 3 tahun,” ujarnya.
Faisal menambahkan, apalagi dengan lahan yang sudah ada, sebagian fasilitas kilang sudah tersedia di TPPI. Biaya investasi yang dikeluarkan hanya US$ 3,5 miliar untuk 150.000 barel/hari.
“Biasanya US$ 5 miliar untuk 150.000 barel/hari, di sana hanya perlu biaya US$ 3,5 untuk 150.000 barel per hari. Dia bisa pakai pelabuhannya, bisa pakai pembangkit listriknya yang sudah ada di TPPI, jadi lebih cepat,” tambahnya.
Faisal mengungkapkan, pemegang saham di TPP sendiri adalah Pertamia 25,61%, pemerintah 25,93%, Argo 21%, sisanya ada dari perusahaan trader seperti Vitol, Itochu, dan lainnya.(rrd/hds)
★ detik