Ketua tim peneliti deterjen tersebut Devy Setyana, Selasa, mengatakan getah tanaman biduri memiliki kandungan saponin dan enzim protease yang mampu bertindak sebagai deterjen alami.
Saponin adalah jenis glikosida yang dapat membentuk buih dalam air serta dapat mengangkat kotoran dan menurunkan tegangan air, sedangkan protease adalah enzim yang dapat merombak protein.
“Keberadaan enzim protease dapat membantu kinerja saponin dalam membersihkan noda karena kemampuannya dalam memecah protein yang merupakan salah satu komponen utama kotoran pakaian,” kata Devy.
Ia mengatakan biduri merupakan tanaman lokal Indonesia yang ketersediaannya cukup melimpah. Tanaman ini termasuk mudah tumbuh dan tidak bersifat musiman, tapi masih minim pemanfaatan, bahkan sebagian masyarakat masih menganggap hama karena mengandung kalsium oksalat yang menyebabkan gatal-gatal.
Dengan netralisasi menggunakan HCl pada konsentrasi aman sebesar 0,2-1 persen, sebenarnya hal itu dapat diatasi, sehingga masyarakat bisa mengambil manfaat dari saponin dan protease yang ada pada tanaman biduri.
Menyinggung proses pembuatan deterjen alami itu, Devy menjelaskan, menggunakan nanoteknologi sebagai suatu rekayasa molekuler yang mengubah partikel berskala nanometer.
Nanoteknologi ini akan meningkatkan kemampuan deterjen untuk membersihkan noda karena makin kecil partikel akan makin memudahkan masuk ke serat kain terkecil.
Selain itu partikel nano yang berukuran kecil juga akan meningkatkan daya degradasi deterjen, sehingga lebih mudah diurai oleh mikroorganisme. Proses nanofikasi ini menggunakan freeze drying (mesin pengering beku pada suhu minus) yang mampu mengecilkan partikel deterjen sampai 800 nanometer.
Teknologi ini, kata Devy, juga memungkinkan terbentuknya kristalisasi ekstrak getah biduri sehingga menjadi bubuk. Setelah mengalami proses pengujiian yang dilakukan dengan mencuci noda coklat pada kain dengan perendaman 5 menit dan pengucekan 1 menit, terbukti deterjen alami berbahan getah biduri ini mampu menyamai kemampuan deterjen komersial.
Deterjen dari getah biduri itu juga diuji toksisitas dan nilai baku mutu limbah deterjen untuk menguji tingkat biodegradable (kemampuan terurai di alam).
Hasilnya, nilai baku mutu limbah deterjen getah biduri lebih rendah dari batas maksimum ketetapan baku mutu limbah pada deterjen komersial, sehingga lebih ramah lingkungan.
“Saat ini hasil penelitian Bio-Nano Surf sudah didaftarkan untuk memperoleh hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan akan diikutkan pada konferensi ilmiah di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Selandia Baru,” ujarnya.
Mengenai latar belakang penelitian untuk menciptakan deterjen alami tersebut, Devy mengaku penggunaan zat aktif surfaktan Alkil Benzena Sulfonat (ABS) dan Linear Alkil Sulfonat (LAS) pada produk pembersih detergen diketahui menimbulkan dampak negatif bagi makhluk hidup.
Sebab, zat tersebut adalah bahan aktif berbahaya yang sulit diuraikan oleh mikroorganisme, sehingga dapat mencemari lingkungan, khususnya air sungai, bahkan menyebabkan kematian pada biota laut.
Selain itu, kandungan ABS dan LAS pada deterjen juga memiliki dampak negatif bagi kesehatan akibat residu cemaran yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan iritasi kulit.
Kelima mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP UB) yang melakukan penelitian tersebut adalah Devy Setyana, M.Arham, Sugiyati Ningrum, Anggi Nurvianti dan Nur Oktavia Suci. Lima mahasiswa tersebut dibimbing dua dosen, yakni Endrika Widyastuti dan Nur Ida Panca.
Turung♞ antara