Badan Tenaga Nuklir Nasioal (BATAN) tengah disibukkan dengan pengembangan teknologi pengawetan makanan dan pembangkit daya listrik dengan energi nuklir. Kedua penelitian tersebut tengah dilakukan dalam skala kecil, dan ke depannya diharapkan dapat dimanfaatkan secara massal.
Salah satunya adalah pembangunan iradiator yang telah dilakukan groundbreaking oleh Menristekdikti, M Nasir, beberapa waktu lalu.
“Iradiator itu adalah alat yang bisa dipakai untuk sterilisasi pangan, sterilisasi produk-produk kesehatan itu ada. Itu sudah groundbreaking kira-kira 2 minggu yang lalu atau sebulan yang lalu oleh Menristekdikti Pak Nasir di Puspiptek Serpong,” terang Kepala Pusdiklat Batan, Sudi Ariyanto, saat dihubungi detikFinance, Jumat (29/4/2016).
Iradiator merupakan sebuah alat yang ditempatkan dalam sebuah ruangan tertutup, yang dapat digunakan untuk pengawetan makanan dalam jangka waktu yang cukup lama.
“Iradiator itu nanti bisa menyinari pakai radiasi bahan pangan sehingga bisa menjadi untuk pengawetan pangan,” ujar Sudi.
Radiasi yang dipancarkan oleh iradiator ke makanan dan alat-alat kedokteran dapat membunuh kuman-kuman. Proses penyinarannya pun hanya sebentar sehingga tidak membahayakan orang yang berada di sekitar iradiator tersebut. Batan juga menjamin bahwa penggunaan alat ini aman.
“Kalau di situ seperti kena sinar matahari, begitu lewat saja kalau tidak kan sudah tidak kena lagi. Itu sama seperti pengawetan pangan yang sudah ada sudah dilakukan oleh Batan sudah medapatkan persetujuan dari Kementerian Kesehatan,” imbuh Sudi.
Selain itu, Batan juga tengah mengkaji potensi pembangkit listrik dengan tenaga nuklir dengan membuat Reaktor Daya Eksperimental (RDE).
“Yang berikutnya adalah yang RDE (Reaktor Daya Eksperimental). RDE itu nanti akan dipakai sebagai penelitian untuk menghasilkan listrik. Ke depannya bisa dimanfaatkan untuk komersial. Sekarang sedang dalam tahap desain, detail engineering design (DED),” tutur Sudi.
Batan mengaku siap untuk mengembangkan kedua instalasi tersebut apabila ada dukungan yang kuat dari berbagai pihak.
“Sekarang masalahnya adalah untuk membangun alatnya untuk kapasitas yang lebih besar,” ungkap Sudi. (hns/wdl)