Sarinah, nama seorang wanita yang mengasuh dan membesarkan Sukarno. Sarinah pula yang mengajarkan Sukarno menjadi manusia yang mengerti arti penting rakyat.
Nama Sarinah begitu lekat di benak Soekarno, sehingga ia terinspirasi mengabadikannya menjadi sebuah nama department store pertama di Republik Indonesia.
Proyek Sarinah, masuk dalam agenda pembangunan 10 Juli 1959 dan 6 Maret 1962. Selain Sarinah, proyek lain yang digarap periode itu adalah asembling radio transistor, TV, dan bemo, penambangan marmer di Kediri, tekstil, alat pertanian, dan lain-lain. Saat itu, ada yang menuding, proyek Sarinah sebagai proyek gagah-gagahan, proyek mercusuar Bung Karno.
Dalam buku “Total Bung Karno“, karya Roso Daras diceritakan, Bung karno memberi penjelasan kepada R. Soeharto, dokter pribadi yang ketika itu menjabat Menteri Muda Perindustrian Rakyat dan ditugaskan mewujudkan pembangunan Sarinah Departement Store.
“Jangan terlalu menghiraukan kecaman itu. Sarinah harus merupakan pusat sales promotion barang-barang produksi dalam negeri, terutama hasil pertanian dan industri rakyat. Pembangunan department store itu perlu dikaitkan dengan pendidikan tenaga terampil dan ahli konstruksi gedung bertingkat tinggi.“
“Mengenai bidang manajemennya sejalan dengan apa yang kita lakukan mengenai pembangunan Hotel Indonesia. Bangunannya dirancang dengan arsitek Abel Sorensen dari Denmark, dibangun oleh kontraktor Jepang, dan pembiayaannya dari pampasan perang Jepang.“
Sarinah adalah sosok perempuan paruh baya yang mengisi hidup Soekarno kecil. Ia menjadi bagian dari keluarga Soekarno. Ia tidak kawin. Ia tinggal, makan, dan bekerja di rumah keluarga Bung Karno. Sekali pun begitu, Sarinah tidak membayar, tidak pula mendapatkan upah.
Ia adalah perempuan desa yang mengajari Soekarno mengenal cinta-kasih. Sarinah mengajari Soekarno untuk mencintai rakyat. Massa rakyat, rakyat jelata.
Ajaran-ajaran itu bergulir setiap pagi, bersamaan Sarinah memasak di gubuk kecil yang berfungsi sebagai dapur, di dekat rumah. Soekarno selalu duduk di samping Sarinah. Pada saat-saat seperti itulah Sarinah berpidato.
“Karno, pertama engkau harus mencintai ibumu. Kemudian, kamu harus mencintai rakyat jelata. Engkau harus mencintai manusia umumnya.“
Pidato itu yang dicekokkan Sarinah setiap pagi. Pidato Sarinah itulah yang mengisi otak dan hati Soekarno, sebelum sesuap makanan pun mengisi perutnya.
Dalam biografi yang ditulis Cindy Adams, Soekarno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, ia menyebutkan, bahwa saat masih kecil, ia sering tidur seranjang dengan Sarinah.
“(Namun) ketika aku sudah mulai besar, Sarinah sudah tidak ada lagi.“
Selain menjadi nama mal, Bung Karno juga menulis buku tentang Sarinah, berjudul, ‘Sarinah, Kewadjiban Wanita Dalam Perdjoangan Republik Indonesia.‘ Judul ‘Sarinah’ adalah wujud terima kasih Soekarno kepada pengasuhnya saat masih anak-anak. Pengasuh Bung Karno bernama Sarinah.
“Ia mbok saya,” ujar Bung Karno.
Dari Sarinah pula Sukarno mendapat banyak pelajaran mencintai “orang keci“. Sarinah sendiri “orang kecil“, tetapi budinya sangat besar.
“Semoga Tuhan membalas kebaikan Sarinah itu!” tulis Bung Karno dalam pengantar bukunya. (asp)
♔ Vivanews